Rabu, 23 Maret 2011

DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (21)

Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (20)"

Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005

Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET

C. RELEVANSI MASA KINI

Mungkin ada pelajaran di sini bagaimana kelompok-kelompok sempalan dari JI muncul: para anggota muda subdivisi JI (wakalah) yang barangkali diilhami oleh tindakan berani JI yang sebelumnya dapat merencanakan dan melaksanakan operasi atas nama JI tanpa dukungan dari kepemimpinan JI dan tanpa tingkat keahlian yang sama. Perbedaannya adalah bahwa di Lampung, satu-satunya senjata yang dimiliki oleh kelompok Hidayat Nur adalah panah; siapa pun yang bertindak atas nama JI hampir pasti memiliki akses ke senjata api dan bom.

Ada dua poin lain yang patut dicatat dalam kaitannya dengan JI. Pertama, ciri dari berbagai upaya untuk menghidupkan kembali Darul Islam itu adalah bahwa banyak dari antara mereka yang telah dipenjarakan setelah kegagalan pemberontakan itu sekurang-kurangnya tidak kapok dan akan mencoba lagi ketika mereka keluar, kadang-kadang dalam bentuk yang berbeda, kadang-kadang dengan sekutu yang berbeda. Ini berarti bahwa kelompok-kelompok jihad tahu — atau sekurang-kurangnya percaya — bahwa kelompok orang-orang yang telah dipenjarakan karena kegiatan di sepanjang lini ini mungkin tersedia untuk operasi masa depan dan nampaknya mempunyai sedikit keseganan dalam menghubungi mereka. Nur Hidayat mengaku dikontak agar berpartisipasi dalam operasi pemboman Malam Natal 93 tapi ia menolak, dan ia bukan satu-satunya yang dikontak94.

Kedua, perlu dicatat seberapa sering Lampung muncul sebagai basis DI-JI yang penting. Pada tahun 1976, itu adalah panggung pementasan upaya membangkitkan kembali Darul Islam melalui Komando Jihad. Abdul Qadir Baraja, yang bukunya tentang jihad beredar di Ngruki pada sekitar waktu ini, adalah seorang pemimpin DI saat itu dan terus beroperasi keluar dari Lampung sampai dengan hari ini 95. Musa Warman dari Komando Jihad dari DI memulai karirnya di Lampung pada tahun 1987, seperti yang akan terlihat di bawah ini, para pemimpin DI bertemu di Lampung untuk memutuskan imam baru (atau yang bertindak sebagai imam baru). Orang-orang yang melarikan diri dari tindakan keras terhadap gerakan usroh di Jawa menemukan keamanan di antara para migran Jawa di Lampung. Timsar Zubil, pria yang ditangkap pada 1977 sehubungan dengan kekerasan Komando Jihad, menetap di Lampung setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1999.

Nilai penting Lampung pun berlanjut. Tidaklah jelas kapan JI mendirikan wakalah di sana, tapi DI Lampung juga dipengaruhi oleh perpecahan Sungkar-Masduki pada tahun 1991-1992. Faksi ProMasduki yang dipimpin oleh Abi Surachman, karyawan PT Cipta Niaga yang menggantikan Baraja sebagai pemimpin DI Lampung setelah Baraja ditahan sehubungan dengan pengeboman Candi Borobudur tahun 1985. Iliyas Liwa termasuk dalam faksi yang memisahkan diri yang menjadi JI. Dia berasal dari Sulawesi, dan dialah yang menjadi kepala wakalah pertama. Utomo alias Abu Faruq menggantikan dia pada sekitar tahun 1997, juga beberapa lainnya. Perpecahan tidak hanya terjadi karena pemimpin mana yang lebih diinginkan, melainkan juga karena ajaran agama. Anggota DI Lampung menyatakan bahwa selama seseorang tinggal di wilayah musuh, maka dia tidak diwajibkan untuk berdoa lima kali sehari, tapi itu karena alasan taktis. Orang dapat menggabungkan shalat subuh dan shalat zhuhur, misalnya. Bagi sekelompok anggota DI yang telah memperoleh perspektif yang lebih salafi, ini adalah haram. Mereka meninggalkan DI dan bergabung dengan beberapa pengikut Sungkar di Solo untuk menjadi inti JI Lampung 96.

Salah satu anggota JI Lampung yang menonjol, Utomo alias Abu Faruq, berasal dari Trenggelek, Jawa Timur. Pada tahun 1985, ketika dia sedang belajar di Solo - di universitas yang sama di mana Warman telah menembak asisten rektor enam tahun sebelumnya - ia bertemu dengan Abu Fatih, yang kemudian menjadi pemimpin Mantiqi II JI. Abu Fatih membujuknya untuk bergabung dengan DI. Abu Fatih juga mengatur agar ia pergi ke Afghanistan. Di Afghanistan, ia menjadi dekat dengan Thoriquddin alias Abu Rusdan. Setelah kembali dari Afghanistan, ia pergi ke Solo, tetapi pada tahun 1988 ini disarankan oleh teman-teman di sana untuk hijrah ke Lampung karena Jawa Tengah tidak lagi aman 97.

Kita tahu bahwa orang-orang dari Lampung dikirim ke Kamp Hudaibiyah di Mindanao pada tahun 1999 98, bahwa wakalah itu berfungsi di sana pada tahun 2002 99, dan bahwa pada tahun 2003, Lampung masih merupakan kubu JI paling penting yang ketiga, setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur 100. Pada akhir 2002-awal 2003, beberapa anggota seksi militer wakalah Lampung dikirim untuk melatih di unit pasukan khusus JI yang baru yang dibentuk oleh Mantiqi II, dan beberapa pertemuan-pertemuan penting untuk merencanakan pengeboman Marriott dilaksanakan di Lampung pada bulan Juni 2003. (Bersambung)


Catatan kaki

93Bom Natal tahun 2000. Baca juga: Daftar gereja target bom Natal 2000 dan jumlah korbannya, Bom Natal dan JI

94 Rakyat Merdeka, 29 Januari 2001

95 gerakannya untuk mengembalikan kekhalifahan (Khilafatul Muslimin) memiliki alamat Lampung, dan ia sendiri melakukan perjalanan antara Lampung dan Sumbawa (tempat asalnya) secara teratur.

96 Wawancara Crisis Group, November 2004. Kelompok ini mencakup Yasir, Madrus, Idris, dan Ilyas.

97 Tempat hijrah juga menjadi titik-titik interaksi antara orang-orang dari berbagai latar belakang dan daerah.

98 Para peserta asal Lampung berada dalam satu kelas yang berlangsung selama tiga bulan di Camp Hudaibiyah pada tahun 1999 termasuk Supri alias Anas; Edi Suprapto alias Yasir alias Tsalabah (bendahara wakalah tahun 2002) dan Naufal. Lihat pernyataan interogasi Ilham Sopandi alias Husni dalam Berkas Perkara No Pol BPI 07./XII/2003 / Dit-VI Tersangka Solihin als Rofi, Jakarta Desember 2003.

99 Kepala wakalah Lampung pada akhir tahun 2002 adalah Utomo alias Abu Faruq. Dia mengirim dua anak buahnya, yaitu Samuri Farich Mustofa dan Tsalabah, ke pelatihan unit pasukan khusus JI yang baru. Lihat kesaksian saksi ahli Lobby Loqman SH, 12 Desember 2003 dalam kasus Solihin als Rofi, Perkara No Pol BPI 07./XII/2003/Dit-VI.

100 Wawancara Crisis Group, Januari 2004

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar