Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (24)"
Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005
Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET
C. RAPAT CISARUA, DESEMBER 1998
Dalam keadaan kelembagaan yang sedang gempar inilah temu akbar Darul Islam terjadi di Cisarua pada Desember 1998. Rapat tersebut diajukan sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah kepemimpinan dan menyatukan tiga wilayah komando utama: Aceh-Sumatera, Jawa-Madura, dan Sulawesi-Kalimantan. Peserta datang dari sebelas provinsi, menurut ingatan salah seorang peserta, dan sebagian besar yang hadir adalah orang lama yang sudah senior. 116
Isu utama yang dibahas adalah yang memegang posisi teratas Adah Djaelani atau Ajengan Masduki. Keputusannya agak rumit, yaitu Darul Islam harus mematuhi prinsip struktur 1979, tetapi karena Adah di tahun-tahun intervensi telah menyimpang dari konstitusi DI dan ajaran Al-Qur'an pada beberapa hal, ia tidak akan dipanggil kembali sebagai imam. Sebaliknya Tahmid Kartosoewirjo akan dipasang sebagai kepala staf, dan akan terserah padanya untuk mengundang rapat dewan eksekutif guna memilih seorang imam.
Para pengikut Ajengan Masduki keberatan dan mengatakan bahwa jika posisinya sebagai imam dipertanyakan, dewan yang menjadikannya imam pada tahun 1987 harus diundang bersidang kembali. Hal ini ditolak. Tahmid dan para pendukungnya menguasai hari itu. 117Tak seorangpun menyarankan Tahmid menjadi imam, tetapi semua kekuatan DI seharusnya diserahkan kepadanya selaku seorang koordinator sipil atas apa yang pada dasarnya adalah organisasi militer. 118
Para pendukung Masduki yang sangat kesal. Bukan hanya Karena pemimpin mereka didorong keluar dari kekuasaan, namun juga karena ajudan nya yang setia, Broto, menyeberang ke kubu Tahmid dan diberi posisi sebagai wakil Mia Ibrahim. Pembelotan ini mengejutkan kubu Masduki, dimana Ajengan dan Broto telah dianggap tak terpisahkan bagaikan "gula dan rasa manisnya ". 119
Sedikit orang merasa senang dengan hasil pertemuan itu. Secara luas, Tahmid dianggap lemah, tanpa dasar kekuasaan sendiri yang nyata. Cisarua secara efektif berarti tidak ada lagi kepura-puraan hanya ada pemimpin tunggal. Masduki memper tahan kan sekelompok kecil loyalis inti yang dikenal sebagai Kelompok 87, sebagian besar berbasis di Lampung. 120
Para anggota DI muda secara khusus kecewa. Seorang peserta mengatakan kepada Crisis Group, "Cisarua tidak memutuskan apa-apa bagi kami, sehingga kami terpaksa mengambil inisiatif dan mengembangkan kelompok-kelompok baru berdasarkan kami sendiri" 121Seorang loyalis Masduki berkata, " Saya bisa bekerja dengan Kelompok 87 tapi dengan segala macam kelompok lain juga bisa. Saya hanya memilih orang-orang terbaik dalam kelompok dakwah saya, dan membuat mereka sebagai pasukan saya. " 122
Periode 1998 dan seterusnya kemudian dikenal di kalangan DI sebagai " jaman ada banyak imam". F enomena baru muncul, yaitu : kelompok-kelompok para anggota DI tanpa afiliasi struktural sama sekali. Mereka berbeda dari "Rings" semisal Ring Condet yang beroperasi di luar wilayah geografis mereka tetapi terus berafiliasi dengan KW tertentu. Kelompok-kelompok baru ini loyal kepada individu, menganggap diri mereka DI, tetapi beroperasi sepenuhnya di luar organisasi formal.
Adalah konflik Ambon yang segera muncul setelah pertemuan Cisarua. Konflik itu memberikan kesempatan kepada para anggota muda DI untuk memimpin dan melakukan apa yang telah didoktrinkan melalui usroh selama dua puluh tahun sebelumnya. Konflik itu meremajakan dan meradikalisasi gerakan.123
Catatan kaki
116Termasuk Gaos Taufik (komandan militer Aceh-Sumatra), Ale A.T. (komandan militer Sulawesi dan Indonesia Timur), Mia Ibrahim (komandan militer Jawa-Madura), Ajengan Masduki, dan Tahmid dan Dodo Kartosoewirjo. Wawancara Crisis Group, November 2003.
117Para pendukungnya termasuk Fachrur Rozi dari KW7, Mahfud Siddiq dari KW9, and Yusuf dari KW1.
118 Semua ini terjadi pada masa setelah jatuhnya Soeharto. A da kemungkinan gagasan kontrol sipil terhadap militer mungkin telah menembus DI.
119Broto marah pada Masduki karena alasan-alasan pribadi. Wawancara Crisis Group, December 2004.
120Wawancara Crisis Group, Januari 2004
121Ibid.
122Wawancara Crisis Group, January 2004.
123Dua hal tersebut adalah keuntungan besar bagi kaum fundamentalis yang diperoleh dari konflik Ambon — Penterjemah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar