Senin, 21 Maret 2011

DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (15)

Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (14)"

Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005

Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET

V. USROH DAN PEREMAJAAN DARUL ISLAM

Cabang DI di Jakarta dan di tempat-tempat lain di Pulau Jawa lah yang pada pertengahan dekade 1980-an menghasilkan ledakan jumlah pelaku jihad. Peningkatan tersebut berasal dari teknik perekrutan baru yang menumbuhkan kemarahan di kalangan aktivis Muslim terhadap pemerintahan Soeharto, dan ketersediaan pelatihan di Afghanistan.

A. ASAL USUL USROH DI INDONESIA

Metode perekrutan baru tersebut disebut usroh (secara harfiah berarti keluarga), dan metode tersebut telah dirintis oleh Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir. Idenya adalah mengumpulkan sepuluh sampai lima belas orang yang siap untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan hukum Islam. Setiap kelompok usroh kemudian akan menjadi sebuah blok bangunan ( building block ) untuk pada akhirnya membentuk negara Islam.

Di Indonesia, para pendukung pertama usroh pada tahun 1977 adalah para aktivis di Badan Koordinasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) yang berbasis di Masjid Istiqomah, Bandung 52. Anggota BKPMI terdiri dari dua kelompok besar, yaitu: DI dan non-DI 53. Para anggota DI melihat Aceng Kurnia sebagai mentor dan cenderung untuk menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) atau pun Gerakan Pemuda Islam (GPI). Dua mahasiswa BKMPI telah memperoleh salinan bukunya Hasan al-Banna dalam bahasa Arab dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia54. Buku ini menjadi buku referensi standar.

Dari Masjid Istiqomah di Bandung, konsep usroh menyebar ke masjid-masjid lain di Bandung, di mana ia secara khusus berakar di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB), meskipun para pendukungnya tidak ada hubungan lagi dengan Darul Islam 55.

Mursalin Dahlan, seorang anggota DI / PII yang berbasis di Bandung, memperkenalkan ide tersebut kepada para anggota DI yang masih berusia muda di Yogyakarta, termasuk kepada tiga orang yang kemudian menjadi tokoh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI): Irfan Awwas, kakak laki-lakinya Fihiruddin alias Abu Jibril, dan Muchliansyah. Semuanya adalah murid-muridnya Abdullah Sungkar. Bersama-sama dengan Abu Bakar Ba'asyir, mereka mulai melakukan rekrutmen dan program pelatihan DI dengan menggunakan metode usroh.

Jika Yogyakarta belajar usroh dari anggota DI Bandung, maka anggota DI Bandung mengadopsi ide pesantren kilat (merujuk pada kajian keagamaan intensif dalam jangka pendek) dari rekan DI mereka di Yogyakarta. Metode kembar tersebut kemudian menyebar dari Yogyakarta dan Bandung ke Jakarta dan Jawa Timur 56. Salah satu alasan mengapa generasi muda DI mendapati metode ini begitu menarik adalah bahwa DI tidak memiliki sistem rekrutmen sendiri. Teknik-teknik baru ini bukan hanya menawarkan cara menyuntikkan darah segar ke dalam organisasi tersebut pada saat sebagian besar pemimpin DI berada di penjara, melainkan juga mensyaratkan pendekatan yang lebih ketat terhadap Islam daripada Islam yang dikenal akrab oleh kebanyakan anggota DI yang lebih tua. Sesi belajar agama semacam ini juga menyediakan suatu forum di mana kebencian terhadap pemerintahan Soeharto dapat disebarluaskan, ketika tekad Orde Baru untuk menghancurkan Islam politik semakin meningkat.

Teknik-teknik tersebut terbukti menjadi sangat populer sehingga aktivis muda DI memutuskan perlu adanya beberapa sta n darisasi, pertama dalam hal struktur, kemudian juga dalam hal isi. Pada tahun 1980 mereka membentuk Badan Pembangunan Muslimin Indonesia (BPMI). Badan ini berbasis di Jl.Menteng Raya No.58, markas besar Gerakan Pemuda Islam.

Dengan Nunung Nurul Ichsan dari Jakarta sebagai kepala dan Mursalin Dahlan sebagai sekretaris umum, BPMI mengubah pesantren kilat menjadi tiga atau empat hari yang ditujukan kepada anak-anak muda, khususnya pelajar dan mahasiswa. Peserta bisa "lulus" dan melanjutkan pelajarannya di program usroh, di mana mereka akan dibai'at ke dalam DI. Begitu banyak orang yang ditarik masuk, sehingga seorang anggota BPMI bercerita, “Hampir setiap hari, program bai'at mengambil seluruh jadwal kami 57”.

BPMI membuka cabang di seluruh Pulau Jawa. Pada bulan Februari 1981, Mochamad Achwan, yang kemudian ditangkap karena keterlibatannya dalam pemboman gereja di Malang pada malam Natal 1984, diposisikan oleh Mursalin Dahlan sebagai kepala cabang Malang 58. Selama persidangannya pada tahun 1986, jaksa menuduh bahwa cabang Malang secara teratur mengadakan pertemuan untuk membahas penggulingan pemerintah dan pembentukan sebuah negara Islam, tetapi jelas menemukan pengikut yang responsif. Pada akhir tahun 1981 saja, ada 93 orang yang telah dibai'at di Malang setelah tiga sesi pesantren kilat 59.

Pada umumnya, gerakan usroh beroperasi di luar struktur formal DI Fisabilillah, dan hubungannya dengan struktur itu berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, ada kerjasama erat, terutama sejak Abdullah Sungkar sangat menonjol dalam struktur formal DI Jawa Tengah dan murid-muridnya itulah yang menjalankan kelompok usroh di sana. Tapi di Jakarta, hubungannya tegang, mungkin karena KW9, komando regional setempat, adalah salah satu dari sedikit KW yang memang memiliki program perekrutan, dan para aktivis usroh bersaing memperebutkan orang yang sama. KW9 menggunakan Korp Muballigh Jakarta sebagai ujung tombak bagi kegiatan perekrutannya.

Bagaimanapun juga, KW9 juga melihat usroh telah mengabaikan kepemimpinan DI yang berkuasa sebagaimana mestinya. Para anggotanya setia kepada Adah Djaelani; para pemimpin usroh berbasis Bandung lebih condong kepada Aceng Kurnia. Ada perbedaan religius juga. Kepemimpinan usroh pada umumnya mengikuti ajaran Ikhwanul Muslimin. Banyak anggota KW9 dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Isa Bugis, yang ide-idenya adalah laknat bagi mereka yang lebih murni kepercayaannya 60.

Tapi entah itu anggota yang lebih tua suka atau tidak, gerakan usroh telah mentransformasi Darul Islam dan memberinya energi baru dan makna tujuan. Untuk para aktivis muda, memperluas gerakan usroh bukan hanya kegiatan keagamaan. Ini merupakan sarana menjelang akhir penggulingan pemerintah Soeharto dan mendirikan negara Islam, dan selama jumlah orang yang direkrut meningkat, maka tujuan tampak lebih terjangkau — terutama dengan revolusi yang belum lama itu terjadi di Iran sebagai latar belakang 61. (Bersambung)


Catatan kaki

52 Ide usroh dilaporkan dibawa ke Indonesia dari Malaysia oleh Toto Tasmara, seorang anggota BKMPI yang sangat terkesan bagaimana rekan-rekan Malaysianya menerapkan hal itu. Wawancara Crisis Group , Jakarta, November 2004.

53 Terhitung sejumlah anggota non-DI terkenal sebagai intelektual Muslim yang moderat, termasuk Syafi'i Anwar, direktur Pusat Internasional untuk Islam dan Pluralisme, dan Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.

54 Usroh serta Pedoman Penyelenggaraan Grup Studi dan Diskusi Usroh.

55 Laporan Crisis Group Asia Report N°83, Indonesia Backgrounder: Mengapa Salafisme dan Teror Sebagian Besar Tidak Tercampur Aduk, 13 September 2004.

56 orang-orang kunci yang terlibat dalam perkembangbiakan metode ini adalah Mursalin Dahlan, Kurniawan, Rizal Fadillah dan Enceng Syarif Hidayatullah (Bandung), Nunung Nurul Ikhsan, Dudung, dan Hasanudin Hajad (Jakarta); Fihiruddin dan Muchliansyah (di Yogyakarta) dan Mochamad Achwan (di Malang).

57 Wawancara Crisis Group, Desember 2004.

58 Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, "Putusan: Nomor 45/Pid.B/1986 Pengadilan Negeri Malang", kasus Mochamad Achwan, Mei 1986, h. 5

59 Ibid, Bab IV.

60 Isa Bugis yang aslinya berasal dari Pidie, Aceh, aktif di Jakarta pada dekade1950-an dan 1960-an. Dia menyebut gerakannya “Ummat Pembaru”, tapi gerakan itu lebih dikenal Gerakan Isa Bugis saja. Ajaran-ajarannya secara politik dicurigai oleh Departemen Agama dan dianggap menyimpang oleh para ulama ortodoks. Lihat "Jamaah Isa Bugis", Darul Islam, 12 - 26 Juni 2001, hal 93. Gerakan tersebut dimulai di Sukabumi, kemudian menyebar ke Lampung, di mana ia mengembangkan komunitas yang terpisah di Kotabumi, kubu DI. Di Bandung, gerakan ini dilarang pada tahun 1968.

61 Wawancara Crisis Group , Oktober 2004.

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar