Senin, 21 Maret 2011

DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (16)

Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (15)"

Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005

Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET

B. IRAN SEBAGAI MODEL

Pada tahun 1981, para aktivis usroh DI mengadakan kontak dengan kelompok pembangkang, semua anggota elit politik dan militer Jakarta yang dikenal sebagai "Petisi 50" setelah mereka mengirim petisi kepada Presiden Soeharto pada tahun 1980 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Sebagian besar anggota “Petisi 50” ingin hal ini tidak ada hubungannya dengan Darul Islam. Tetapi beberapa di antara mereka, termasuk Ir. Sanusi, mantan menteri kabinet, mulai bertemu secara teratur dengan Mursalin Dahlan dan lain-lain untuk mendiskusikan “eliminasi” Soeharto.

Bagi Mursalin, revolusi Iran bukan hanya sebuah inspirasi. Revolusi Iran itu hampir merupakan cetak biru bagaimana caranya untuk mengambil alih kekuasaan 62. Ia menyusun rencana tujuh tahap:

  • Tahap I: Di Iran, revolusi menciptakan “komplikasi-komplikasi permanen” untuk Shah karena ia melarikan diri. Di Indonesia, "komplikasi permanen" diciptakan untuk Soeharto, tetapi dalam kasus ini, dengan cara membunuhnya.
  • Tahap II: Di Iran, Bazargan, yang pada waktu itu masih seorang menteri, dijadikan presiden. Di Indonesia, setelah Soeharto dibunuh, Wakil President Adam Malik akan menggantikannya.
  • Tahap III: Di Iran, Imam Khomeini muncul. Di Indonesia, sebuah koalisi nasionalis, perwira militer, dan Muslim (NASABRI) akan muncul.
  • Tahap IV: Di Iran, massa turun ke jalan untuk mendukung Khomeini. Di Indonesia, massa akan keluar ke jalan untuk mendukung NASABRI.
  • Tahap V: Di Iran, pasukan keamanan dikonsolidasi dan dibersihkan. Di Indonesia, pembersihan serupa akan terjadi.
  • Tahap VI: Di Iran, Khomeini kemudian mengambil alih kekuasaan. Di Indonesia, demokrasi akan dihilangkan setelah pemilu bebas dan adil 63.
  • Tahap VII: Di Iran, sebuah negara Islam diproklamasikan. Di Indonesia, partai-partai Islam akan memenangkan pemilu dan mendirikan negara Islam 64. 65

Semua ini bisa terjadi bila Soeharto tidak ada, begitulah Mursalin Dahlan dan lain-lain mulai merencanakan pembunuhan Soeharto. Pada suatu waktu di sekitar bulan Agustus 1982, ia mengumpulkan tim khusus yang mencakup tim pemukul yang beranggotakan enam orang. Senjata yang mereka pilih, menurut laporan, adalah bomb 66. Tim tersebut mengembangkan dua rencana. Kedua rencana tersebut tidak ada yang membuahkan hasil. Dalam rencana yang satu, mereka akan meluncurkan sebuah bom ke mobil di Soeharto ketika ia kembali dari main golf di Jakarta timur. Kedua, mereka akan menanam bom di persimpangan rel kereta api di dekat rumah presiden.

Pada bulan September 1982 di sebuah pertemuan di kantor buletin ar-Risalah 67, Mursalin Dahlan, Sanusi, Muchlianyah, Fihiruddin alias Abu Jibril, Muhammad Achwan, dan beberapa orang lain termasuk Agung Riyadi, saat ini ditahan di Malaysia karena dicurigai anggota JI, melanjutkan diskusi-diskusi mengenai pembunuhan tersebut 68. Menurut laporan, mereka mengintensifkan pelatihan dibahas di pesantren-pesantren kilat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan gagasan bahwa para peserta akhirnya akan dibawa ke Jakarta untuk melakukan aksi massa di jalan-jalan ibu kota.

Untuk memfasilitasi pelatihan ini dan standarisasi bahan pengajaran, Mursalin dan pemimpin usroh lainnya mendirikan Lembaga Pendidikan Pengembangan Pesantren Kilat (LP3K) pada bulan Desember 1982 69.

Ketika mereka mendapati diri mereka tidak melakukannya, mereka mengalihkan pandangan mereka pada presiden yang berencana pada bulan Februari 1983 akan berkunjung ke Jawa Tengah untuk meresmikan upacara yang menandai pemugaran candi Borobudur, candi Budha abad kedelapan yang berada di luar Yogyakarta. Rencana ini juga gagal ketika komplotan tersebut tidak bisa menemukan cara untuk menyembunyikan bahan peledak di Borobudur. Pada akhir tahun 1983, impian revolusi telah memudar, dan tindakan keras pemerintah pada para aktivis usroh di Jawa Tengah telah dimulai. (Bersambung)


Catatan kaki

62 Sampai 17 September 2009, lebih dari 10 tahun setelah lengsernya Soeharto sebagai Presiden, misi Iranisasi Indonesia ini tetap ada, sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden SBY pasca bom Jakarta 2009 — Penterjemah.

63 Ingat kasus Hamas di Palestina yang melenyapkan demokrasi dengan menggunakan demokrasi — Penterjemah.

64 Idem ibid — Penterjemah

65 Wawancara Crisis Group, November 2004, dan catatan didasarkan pada dokumen tertulis mengenai rencana tersebut.

66 Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, "Putusan: Nomor 45/Pid.B/1986 Pengadilan Negeri Malang", kasus Mochamad Achwan, Mei 1986, h. 7.

67 Lalu diedit oleh Irfan Awwas, kini Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

68 Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, "Putusan: Nomor 45/Pid.B/1986 Pengadilan Negeri Malang", kasus Mochamad Achwan, Mei 1986, hal. 8.

69 Ibid, hal 9.

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar