Jumat, 18 Maret 2011

DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (5)

Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (4)"

Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005

Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET

A. ACENG KURNIA DAN PRTI

Pada akhir tahun 1960-an, DI seolah-olah mulai muncul dari hibernasi yang panjang. Aceng Kurnia mulai menginstruksikan anak-anak anggota DI di rumahnya kawasan Cibuntu, Bandung, termasuk di antaranya anak Kartosoewirjo — Tahmid Basuki Rahmat —, yang menginspirasi mereka untuk bergabung dengan DI dan melanjutkan perjuangan. Pada waktu itu, ada seorang pemuda yang berada di bawah pengaruhnya, yaitu: Said Abdullah, seorang Bugis pengagum Kahar Mazakkar, yang mendirikan Pondok Pesantren Hidayatullah di luar kota Balikpapan, Kalimantan Timur, sebuah pesantren yang nantinya mendukung dan melindungi para pelaku jihad yang terlibat dalam konflik Ambon dan Sulawesi Tengah.

Tetapi pada saat itu di Jawa Barat, orang-orang potensial yang direkrut Darul Islam melihat Darul Islam bukan hanya sebagai perwujudan sebuah negara Islam tetapi juga sebagai pemenuhan ramalan yang disebut wangsit Siliwangi. Menurut ramalan ini, tanah Pasundan (Jawa Barat hari ini) akan menjadi besar ketika dipimpin oleh pengikut Kian Santang, putra raja Sunda abad 15, Prabu Siliwangi 15. Legenda itu mengatakan bahwa keponakan Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, membawa Islam ke Pasundan, dan Kian Santang adalah salah satu pertama yang bertobat (meskipun terdapat ketidaksesuaian kronologis) 16. Pada pertemuan pertama mereka, Ali menancapkan tongkat ke tanah dan meminta Kian Santang — yang dikenal memiliki kekuatan mistik yang memberinya kekuatan melebihi kekuatan manusia biasa — untuk mencabut tongkat itu. Kian Santang tidak bisa membuat tongkat itu bergeming. Ali lalu membacakan sebuah ayat dari Quran dan dengan mudah mencabut tongkat itu. Hal ini meyakinkan Kian Santang untuk menjadi seorang Muslim, dimana ia mengambil nama Sunan Rahmat. Dalam usaha mereka untuk merekrut anggota, beberapa pemimpin DI di daerah Tasikmalaya akan menggunakan ramalan ini untuk meyakinkan penduduk desa bahwa mereka adalah pengikut Sunan Rahmat dan karena itu ditakdirkan untuk berkuasa.

Sekitar sepuluh anak didik Aceng Kurnia di daerah Bandung, di bawah kepemimpinan Tahmid, membentuk organisasi baru pada tahun 1968 atau 1969 yang disebut Penggerakan Rumah Tangga Islam (PRTI) 17. Tujuan mereka adalah untuk mengkonsolidasikan dan mengaktifkan kepemimpinan DI tetapi mereka gagal. Seorang aktivis mencatat:

Masalahnya adalah ini: jika kita pergi ke pemimpin pasukan, ia mengatakan bahwa ia tidak mendapat perintah dari komandan peleton. Komandan pleton akan mengatakan ia tidak menerima perintah dari komandan kompi. Komandan kompi tidak akan bertindak tanpa adanya perintah dari komandan resimen. Kami akhirnya menyadari bahwa jika kita ingin mendapatkan sesuatu yang bergerak, kita harus mulai dari atas 18.

Akhirnya, Aceng Kurnia, bekerja sama dengan para aktivis PRTI, membentuk sebuah komite untuk mengadakan reuni mantan komandan regional DI. Masalahnya adalah dana transportasi dan akomodasi. Danu Muhamad Hassan — yang saat itu sudah bekerja untuk Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) — dan yang telah berhubungan dengan Aceng Kurnia, datang dengan sebuah solusi. "Mengapa kita tidak pergi ke BAKIN untuk mendukung acara kumpul-kumpul para pemimpin DI", seorang pemimpin DI lain mengingatkan dia untuk meminta. Ketika pemilihan umum tahun 1971 sudah makin dekat, BAKIN melihat kemungkinan menarik mantan DI ke dalam Golkar, organisasi politik yang dibentuk oleh Pak Harto yang menjadi partai yang berkuasa dalam era pemerintahan Soeharto. BAKIN memberikan komite itu uang sebesar Rp.250, 000 ($ 600 19). Untuk ukuran waktu itu, ini adalah jumlah yang sangat besar .

Berkat BAKIN, pada tanggal 21 April 1971, sebuah reuni beberapa kepemimpinan DI lama terjadi di rumah Danu di Situaksan, Bandung 20. Selama tiga hari tiga malam, menurut seorang peserta, sekitar 3.000 orang keluar masuk rumah, di bawah spanduk bertuliskan "Silaturrahmi mantan NII" pejabat Bakin , di antara mereka yang memberikan pidato sambutan misalnya saja Kolonel Pitut Soeharto. Dia naik ke podium untuk menjelaskan mengapa anggota NII harus mendukung Golkar 21. Di balik pidato-pidato resmi, proses konsolidasi internal berlangsung secara diam-diam. Para pemimpin DI yang belum pernah melihat satu sama lain selama bertahun-tahun duduk bersama untuk mendiskusikan masa depan gerakan mereka. Satu ketidakcocokan yang segera muncul adalah mengenai dukungan BAKIN. Djaja Sudjadi dan Kadar Solihat itu sangat menentang hal itu, namun banyak pemimpin DI lain melihat tidak ada salahnya dengan mengambil dan menggunakan uang itu.

Pertemuan Bandung itu selanjutnya melahirkan serangkaian rapat-rapat “rahasia”, biasanya diselenggarakan oleh Danu atau Aceng Kurnia untuk menghidupkan kembali Darul Islam. Rapat-rapat itu adalah rapat rahasia dalam arti bahwa tidak semua orang dalam kepemimpinan DI sadar rapat-rapat itu, tetapi BAKIN 22 sepenuhnya diberi informasi mengenai rapat-rapat ini, berkat partisipasi Danu.

Gagasan untuk bekerja dengan para pemimpin DI itu sangat banyak yang merupakan gagasan Ali Moertopo, penasihat intelijen Presiden Soeharto dan kepala Operasi Khusus (Opsus). Moertopo telah berjuang dengan beberapa orang ini, termasuk Danu, dalam Hizbullah, milisi Islam nasionalis yang didirikan di Jawa pada tahun 1944 selama pendudukan Jepang. Mereka tidak hanya percaya kepadanya, tetapi menurut laporan, mereka percaya Ali Moertopo berkomitmen untuk membentuk Negara Islam Indonesia 23.

Pada tahun 1973, pada pertemuan di Cibuntu, Danu, Aceng Kurnia, dan Adah Djaelani telah menyusun struktur komando DI yang baru, dengan Daud Beureueh sebagai komandan militer tertinggi. (Bersambung)


Catatan kaki:

15 Catatan tambahan dari penterjemah: Prabu Siliwangi ini beragama Sunda Wiwitan yang bersinkretis dengan Hindu, begitu pula Kerajaan Padjadjaran. Namun kebutaan sejarah yang diderita oleh sebagaian khalayak menyebabkan mereka berpikir bahwa Prabu Siliwangi ini beragama Islam, dan juga mengira Kerajaan Padjadjaran adalah Kerajaan Islam.

16 Catatan tambahan dari penterjemah: Menurut sejarah, agama Islam masuk ke Jawa Barat dibawa oleh Walisongo dan berkembang pasca keruntuhan Kerajaan Padjadjaran. Terdapat selisih waktu selama berabad-abad antara jaman Ali bin Abi Thalib dan jaman Walisongo. Jadi legenda itu adalah mitos. Mitos yang diciptakan agar agama Islam mempunyai kaitan dengan Kerajaan Padjadjaran kuno yang beragama Sunda Wiwitan (agama Sunda asli) .

17 Ada sedikit perbedaan pendapat di antara para pendiri diwawancarai terkait masalah tanggal. Para anggota kelompok tersebut termasuk Maman Tsani, Sambas Suryana, Ir.Ageng, Ubad, Budiarto, Nanang, Ridwan, dan Ayep, adik laki-laki bungsu dari istri Aceng Kurnia. Lihat juga http://www.geocities.com/darul1slam/1962_ 1981.htm.

18 Wawancara Crisis Group , Desember 2004.

19 Semua angka yang dinyatakan dalam dolar ($) mengacu pada dolar AS.

20 Pada persidangan pemimpin DI Haji Ismail Pranoto (Hispran) di Surabaya pada tahun 1978, jaksa menyebutkan pertemuan lain para mantan pemimpin DI pada tahun 1971 di daerah Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur. Hispran mengatakan bahwa pertemuan itu hanya untuk membicarakan nasib anak-anak mantan pemimpin DI dan untuk mencari dana dari Danu Muhamad Hassan untuk sebuah sekolah. Lihat "H. Ismail Bantah Akan Hidupkan NII", Pikiran Rakyat, 17 April 1978.

21 "M. Ridwan (Saksi Sejarah DI / TII): NII Pernah Diminta Dukung Golkar", Darul Islam, Vol.1 No.10, April-Mei 2001, halaman 38. Pada persidangan pada tahun 1978, Hispran mencoba untuk mendapatkan Pitut Soeharto tapi dia gagal, kemudian dia bekerja dengan Dinas Operasi Khusus (Opsus)-nya Ali Moertopo untuk tampil sebagai saksi. Lihat "Ali Moertopo dan Pitut Ditolak Jadi Saksi", Pikiran Rakyat, 2 Juni 1978. Pitut Soeharto ini bukan kerabat keluarga mantan Presiden Indonesia Soeharto.

22 Catatan penterjemah: Keterlibatan BAKIN dalam konsolidasi para pemimpin DI para era Orde Baru mengingatkan kita pada informasi tidak resmi mengenai keterlibatan BAKIN dalam pendirian PKS (Partai Keadilan Sejahtera) melalui agennya yang bernama Soeripto (saat ini menjadi Ketua Dewan Pakar PKS)

23 Heru Cahyono, Pangkomkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974 (Jakarta, 1988), hal. 195.

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar