Kamis, 17 Maret 2011

DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (3)

Lanjutan dari.... "DAUR ULANG MILITAN-MILITAN DI INDONESIA (2)"

Diterjemahkan oleh StuyCycle.NET dari Asia Report N°92 - 22 Februari 2005

Untuk koleksi Perpustakaan Online StudyCycle.NET

II. KEKALAHAN DARUL ISLAM DAN KONSEKUENSINYA

Gerakan Darul Islam dimulai pada tahun 1948 dengan pemberontakan regional di Jawa Barat di bawah Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Gerakan itu segera diikuti dengan wabah serupa di Jawa Tengah1. Secara independen, pemberontakan lain yang juga menyandang nama Darul Islam pecah di Kalimantan Selatan (1950); Sulawesi Selatan (1952) di bawah Kahar Muzakkar, dan Aceh (1953) di bawah Daud Beureueh.

Alasan-alasan pemberontakan-pemberontakan tersebut berbeda dari satu tempat ke tempat lain, tapi sebagian besar berakar pada ketidaksenangan milisi lokal dengan konsesi-konsesi yang dibuat oleh Indonesia yang baru saja merdeka dengan pihak Belanda atau dengan kegagalannya membuat kesepakatan pengakuan hak terhadap para gerilyawan lokal dalam tentara nasional yang baru. Faktor agama bukanlah hal yang paling pokok, tapi agama Islam menjadi ikatan bersama para pemimpin tersebut, dan pada tahun 1953, mereka telah sepakat untuk membentuk front persatuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).

Kartosoewirjo menjadi imam pertama NII. Pemberontakan itu sendiri dibagi menjadi tujuh Komando wilayah (KW):

  • KW 1: Priangan Timur (berpusat di Tasikmalaya tapi yang meliputi Jakarta, Purwakarta, dan Cirebon);
  • KW 2: Jawa Tengah;
  • KW 3: Jawa Timur;
  • KW 4: Sulawesi Selatan dan sekitarnya;
  • KW 5: Sumatra;
  • KW 6: Kalimantan; dan
  • KW 7: Serang-Banten, Bogor, Garut, Sumedang, dan Bandung.

Baru pada pertengahan dekade 1970-an dua komando wilayah lagi ditambahkan, yaitu:

  • KW8 untuk Lampung, dan
  • KW9 untuk daerah metropolitan Jakarta yang lebih besar.

Pada tanggal 1 Agustus 1962, setelah Kartosoewirjo tertangkap, tentara Indonesia membujuk 32 letnan puncak Kartosoewirjo untuk berjanji setia kepada pemerintah dengan imbalan amnesti. Dalam sebuah pernyataan yang dikenal sebagai Ikrar Bersama, mereka mengakui bahwa gerakan DI / NII adalah gerakan yang salah dan menyesatkan, dan mereka telah bersalah terhadap orang-orang Jawa Barat. Mereka kemudian menegaskan kesetiaan mereka kepada republik. Para penandatangan ikrar itu, termasuk termasuk Adah Djaelani Tirtapraja, Ateng Djaelani, Ules Sudjai, Djaja Sujadi Wijaya, Danu Muhamad Hassan, Zaenal Abidin, Toha Mahfud, Dodo Mohamad Darda, dan lain-lain, banyak dari mereka ditangkap pada akhir dekade 1970-an karena terlibat dalam Komando Jihad 2.

Kenyataan bahwa begitu banyak tokoh-tokoh puncak menandatangani sumpah setia memperumit pertanyaan mengenai suksesi setelah Kartosoewirjo dihukum mati pada bulan September 1962. Sebagai komandan militer se-Indonesia (Komandemen Perang Seluruh Indonesia, KPSI), ia tidak memiliki orang kedua dalam komando. Sebuah peraturan DI memutuskan bahwa setiap penerus KPSI harus dipilih dari antara komandan regional dan anggota Komando Tinggi, tapi peraturan DI itu tidak memberikan petunjuk bagaimana hal ini dilakukan 3.

Enam orang yang saling bersaing dan yang mungkin untuk jabatan itu memiliki beberapa kelemahan. Dua komandan Jawa Barat, Djadja Sudjadi dari Garut dan Adah Djaelani dari Tasikmalaya, dan komandan untuk Jawa-Madura, Agus Abdullah Sukunsari dari Majalengka, telah menandatangani Ikrar Setia 4. Abdul Fatah Wirananggapati - dari Kuningan - telah di penjara sejak 1953 (dia hanya dilepaskan pada tahun 1965 untuk membantu memerangi Partai Komunis Indonesia). Kahar Muzakkar, komandan untuk Sulawesi, tidak dapat diterima karena usahanya pada tahun 1962 untuk membentuk sebuah federasi yang disebut Republik Persatuan Islam Indonesia (RPPI) yang secara eksplisit menolak proklamasi Kartosoewirjo dari kesatuan negara Islam. Daud Beureueh dari - Aceh - menyerah pada bulan Mei 1962. (Bersambung)


Catatan kaki

1 Kartosoewirjo secara resmi memproklamasikan Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949, tetapi perlawanan bersenjata telah dimulai sebelum itu.

2 Ini bukti bahwa janji yang dibuat para pelaku jihat itu tidak dapat dipercaya

3 Al-Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S. M. Kartosoewirjo , "Maklumat Komandemen Tertinggi No. 11/1959", Jakarta 1999, hal. 625.

4 Djaja Sujadi juga merupakan Menteri Keuangan DI

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar