Jumat, 22 April 2011

“Amrozi Mengaku Sebagai Pelaku Peledakan Bom Bali”

I Made Mangku Pastika: “Amrozi Mengaku Sebagai Pelaku Peledakan Bom Bali”

I Made Mangku Pastika

Denpasar, Jakarta, Jayapura, Manila. Dalam tiga hari, I Made Mangku Pastika harus terbang ke empat kota ini dengan jadwal yang penuh padat ‎— ‎mulai dari memberikan briefing kepada tim investigasi, menemui sejumlah sumber dalam kasus bom Bali, melakukan serah-terima jabatan, hingga menghadiri konferensi internasional soal terorisme. Jadwal hidup inspektur jenderal polisi ini memang jauh lebih ketat setelah dia diangkat menjadi ketua tim investigasi bom Bali ‎— ‎menyusul peledakan bom di Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002, yang melayangkan lebih dari 185 nyawa.

Tak bisa dimungkiri bahwa popularitasnya pun ikut melambung ke level internasional. Penyelidikan yang dipimpinnya menjadi sorotan dunia dalam beberapa pekan terakhir: Posisi ini membuat Mangku Pastika bukan saja berhubungan dengan polisi Indonesia, tapi juga polisi dan tim penyelidik khusus dari sejumlah negara asing ‎— ‎Australia, Amerika Serikat, Inggris, antara lain. "Mereka semua di bawah kendali saya dan mereka tidak punya kewenangan untuk menggeledah atau menangkap," ujarnya tentang para penyelidik asing yang ada di Bali.

Setiap hari, sejak Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar memintanya memimpin tim investigasi tersebut, Mangku Pastika memulai jadwal kerjanya pada pukul 9 pagi di Wisma Kepolisian Daerah Denpasar. Di sana dia mengumpulkan anak buahnya untuk rapat perencanaan sebelum terjun ke lapangan. Evaluasi dilakukan pada pukul 9 malam ‎— ‎yang sering berlangsung hingga tengah malam ‎— ‎untuk membicarakan temuan-temuan pada hari itu. Untuk mempermudah koordinasi, Pastika memilih untuk tidur di wisma tersebut ‎— ‎15 kilometer dari Kuta ‎— ‎ketimbang tidur di rumahnya di Denpasar atau di hotel.

Pastika pun sering muncul di lapangan dalam baju sipil. Di setiap tempat yang didatanginya, Pastika meluncurkan perintah ke anak buahnya, menjawab pertanyaan wartawan, berdiskusi dengan penyelidik asing. Menempatkan Pastika sebagai ketua tim tampaknya keputusan yang tepat. Sebagai orang asli Bali, dia diterima oleh masyarakat di sana. Bahkan beberapa tokoh masyarakat di Bali secara terbuka menyatakan dukungannya.

Latar belakangnya sebagai reserse membuat Pastika mengaku: "… selalu bergerak berdasarkan data lapangan dari tempat kejadian perkara. Hal-hal di luar itu adalah penunjang," ujarnya kepada TEMPO. Dia mengakui, ada beragam analisis berkaitan dengan bom Bali, tapi semua itu harus dibuktikan benar, sebelum menuduh.

Sebelum bom Bali, Pastika sudah pernah menangani sejumlah investigasi yang pelik. Antara lain, kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay, Ketua Presidium Dewan Papua, dan penembakan warga negara asing di Timika, Papua.

Pekan lalu, dua jam sebelum terbang ke Manila, dia menerima wartawan TEMPO Edy Budiyarso di Ciracas, Jakarta Timur, untuk sebuah wawancara khusus. Berikut petikannya.

Bagaimana polisi sampai bisa menangkap Amrozi, pemilik mobil L-300 yang diledakkan di depan Paddy's Café? Semua berasal dari penyelidikan dan penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP) bekas bom. Dari kawah (bekas ledakan) yang menganga, kami menyimpulkan di situlah bom diletakkan.

Bukankah semuanya sudah hancur lebur?

Kan mobil yang sudah hancur lebur itu dicari setiap potongannya. Akhirnya ditemukan kepingan-kepingan kecil rangka dan lantai mobil yang sudah hancur. Anak-anak anggota Laboratorium Forensik Polri bahkan menemukan kepingan mobil di lantai tiga rumah toko yang berada di sebelah Paddy's Café.

Kok bisa yakin bahwa mobil yang dipakai jenis van L-300?

Kepingan tadi kami kumpulkan sampai membentuk kerangka sebuah mobil. Dari situ kami menyimpulkan bahwa mobil itu jenis L-300. Dari rekonstruksi itu kami menemukan nomor rangka mobil. Ternyata nomor itu juga sudah distrip (dirusak dengan gerinda). Maka kami kian yakin ini memang disengaja.

Kalau nomor rangka itu sudah dirusak, dari mana polisi kemudian mendapatkan nomor tersebut?

Kami memang sempat bingung karena penyetripan nomor itu. Ada beberapa angka yang mirip sehingga kami tidak bisa membedakan angka 3, 6, dan 8. Semula kami menganggap bahwa angka pertama adalah 6, kemudian baru kami tahu bahwa itu angka 0. Menurut keterangan ahli Mitsubishi, van itu buatan tahun 1991-1993.

Mitsubishi membuat mobil sejenis sampai 6.000-an unit pada tahun-tahun itu. Bagaimana tim Anda melacaknya?

Untuk menentukan satu dari 6.000-an itu, kami mencoba melacaknya dari data lalu lintas di seluruh Indonesia. Kami kerahkan Direktur Lalu Lintas Mabes Polri untuk mencarinya. Untungnya, registrasi dan identifikasi mobil ditangani polisi, jadi kami dapat cepat mencari.

Ada berapa nomor yang mirip?

Saya lupa jumlahnya. Kalau tidak salah ada empat atau lima mobil. Semuanya kami cari. Ternyata mobilnya masih ada, berarti bukan mobil itu (mobil yang memiliki nomor rangka tersebut ‎— ‎Red.) yang dipakai untuk meledakkan. Mobil awal tahun 1990-an itu sudah dijual, pindah tangan sampai tiga-empat orang. Di sini ada kebiasaan buruk ‎— ‎orang membeli mobil tapi tidak dibaliknamakan. Ini membuat kami kesulitan mencarinya.

Lalu bagaimana mobil itu akhirnya bisa diidentifikasi?

Pada Sabtu, 2 November lalu, saya menyuruh agar dilakukan lagi pengecekan ulang potongan-potongan mobil itu. Siapa tahu ada yang kececer. Ternyata benar. Kami menemukan satu nomor kir, karena ini mobil pelat kuning, untuk penumpang umum. Kalau mobil pribadi tidak ada kirnya.

Kenapa nomor kir ini tidak bisa ditemukan selama penelusuran selama berpekan-pekan sebelumnya?

Nomor kir ini sebelumnya tertutup oleh pelat dan dibungkus kain. Dari nomor kir itulah kami mulai bergerak. Ternyata mobil itu sudah berkali-kali pindah tangan, dari si A ke si B, lalu B menjual ke si C. Si C inilah yang ternyata bernama Yudi. Dia membuka bengkel di Denpasar, Bali. Tapi kemudian pindah, karena bengkelnya dibongkar. Dia pulang kampung ke Tuban, Jawa Timur.

Lalu tim Anda menangkap Yudi?

Ya, dia ditangkap di Tuban. Tapi ia mengaku sudah menjual mobil itu kepada Anas, yang tinggal di Lamongan. Setelah kami mencari ke sana, ketemulah si Anas. Anas mengaku mobil itu sudah dijual ke Amrozi. Anas mengaku bahwa ketika mobil itu akan dibeli Amrozi, dia akan membayarnya dengan dolar Singapura dan ringgit Malaysia. Tapi Anas tidak mau menerima. Uang tersebut kemudian ditukarkan senilai Rp 30 juta.

Apakah Amrozi mengaku sebagai pemilik mobil tersebut?

Tadinya dia bilang mobil itu sudah dijual. Ketika kami desak dijual kepada siapa, dia bilang tidak tahu. Kami curiga, masak menjual mobil di kampung di Lamongan sampai tidak tahu siapa pembelinya.

Siapa Amrozi menurut versi tim Anda?

Dia mengaku punya bengkel dan berjual beli telepon genggam. Dia juga pernah bekerja di Malaysia sebagai TKI (tenaga kerja Indonesia).

Apa yang dikatakan Amrozi saat diperiksa oleh tim Anda?

Dia mengaku sebagai pelaku peledakan bom Bali. Katanya, dia pergi bersama tiga orang pada 5 Oktober lalu. Dua orang mengendarai Vitara, sedangkan ia naik L-300. Sampai di Bali, ada orang yang menjemput di sana.

Siapa orang-orang yang pergi bersama dia ke Bali?

Tidak bisa saya sebutkan karena mereka masih kami kejar dan belum tertangkap.

Apa saja yang dikerjakan Amrozi selama di Bali?

Kami sedang menyelidiki apa yang dia lakukan selama lima hari di sana.

Dari mana datangnya bahan peledak untuk bom Bali itu?

Amrozi mengaku membelinya di sebuah toko kimia di Surabaya. Ada namanya tapi tidak bisa saya sebutkan. (Petugas Bagian Reserse Ekonomi Kepolisian Daerah Jawa Timur memeriksa dua toko: Tidar Kimia di Jalan Tidar dan Aneka Kimia di Jalan Waspada, Surabaya, karena mendapat informasi bahwa Amrozi berbelanja bahan kimia di sana ‎— ‎Red.)

Pers Australia pernah menulis bahan peledak dalam bom Bali itu adalah amonium klorat yang hilang dari pangkalan militer di Jawa?

Bukan, itu tidak benar.

Bagaimana bahan peledak ini dibawa ke Bali? Lewat darat, laut, atau udara?

Pokoknya, mereka (pengebom) itu telah mempersiapkannya dengan baik.

Berapa jumlah bahan peledak yang digunakan untuk menghancurkan Legian?

Diperkirakan 50-100 kilogram. Amrozi mengaku membeli amonium klorat 100 kilogram. Ditambah bahan-bahan kimia lainnya, Amrozi menyebut berat bahan peledak mencapai 1 ton.

Ke mana sisa 900 kilogram bahan lainnya?

Sisanya ‎— ‎ 900 kilogram ‎— ‎ itulah yang berbahaya. Apalagi jika mereka belum tertangkap sampai Desember 2002. Kami sedang berusaha keras menangkap mereka.

Apakah tim Anda sudah menemukan siapa yang merakit bom Bali?

Menurut pengakuan Amrozi, bukan dia. Soal siapa yang merakit, belum bisa terungkap karena yang lain belum tertangkap.

Bagaimana polisi akan menjawab berbagai pertanyaan dengan pengakuan dari Amrozi semata-mata?

Memang masih banyak yang harus diselidiki: siapa yang mengendarai mobil L-300 sampai ke tempat kejadian, siapa yang meletakkan bom, siapa yang membawa, siapa yang meledakkannya. Ini baru pengakuan dari satu orang. Tapi mereka memang canggih. Sejak awal saya sudah menyebut pelakunya 6 sampai 10 orang.

Mengapa polisi bisa yakin bahwa Amrozi adalah tersangka bom Bali? Wajahnya tidak mirip dengan sketsa polisi.

Dia mirip dengan gambar lelaki yang berambut gondrong. (Ustad Amiruddin, pemimpin Pondok Pesantren Al-Islam, Lamongan ‎— ‎tempat Amrozi pernah nyantri ‎— ‎mengatakan dalam wawancaranya dengan SCTV bahwa lelaki gondrong dalam sketsa polisi itu hanya sedikit sekali kemiripannya dengan Amrozi ‎— ‎Red.)

Kami mendapat informasi bahwa sketsa wajah para tersangka digambar dari wajah saksi yang pernah diperiksa polisi?

Tidak benar. Sketsa itu tidak datang dari saksi di lapangan, tapi dari kegiatan intelijen polisi. Ada orang yang mendapatkan informasi dan ada orang yang mengetahui

Apakah kegiatan intelijen polisi itu melibatkan Badan Intelijen Negara?

Tidak ada. Ini semua kegiatan polisi.

Di Malang dan Medan polisi menangkapi orang yang sempat dicurigai. Adakah kaitan mereka dengan Amrozi?

Tidak ada. (Di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Malang, polisi mengejar Abdul Wahab alias Cak Dul, 40 tahun, karena wajahnya mirip dengan salah satu sketsa polisi. Di Medan polisi menangkap Zulfan, 28 tahun, dengan alasan serupa ‎— ‎Red.)

Apa saja yang bisa Anda gali dari pemeriksaan Amrozi ‎— ‎dalam hal peledakan bom Bali?

Dia mengaku menjadi pelaku peledakan bom Bali. Dia mengaku melakukannya karena membenci orang Amerika.

Dalam jumpa pers di Bali pada 8 November lalu, juru bicara tim investigasi, Brigjen Edward Aritonang, mengatakan Amrozi mengaku bahwa dia berhubungan dengan sejumlah orang. Siapa saja mereka?

Setiap aksi besar seperti pengeboman selalu ada penggagasnya. Motivasinya bisa ideologi atau politik. Dari penyidikan di lapangan, kelihatannya yang lebih besar adalah motivasi ideologi, yaitu ingin menyerang Amerika. Tapi ini masih menurut pengakuan Amrozi. Bisa saja di tengah jalan ada kekuatan politik lain yang mendompleng. Untuk membongkar sampai ke si penggagas, amat susah dan perlu waktu. (Aritonang: "…Amrozi bisa saja berhubungan dengan orang tertentu, kelompok tertentu, bahkan negara tertentu, tapi saya tidak bisa secara spesifik mengatakannya…" ‎— ‎Red.)

Anda percaya pada konspirasi semacam itu?

Saya ini orang reserse. Saya selalu berangkat dari tempat kejadian perkara dan melengkapi bukti-bukti fisik. Bukti di luar itu hanya sebagai referensi untuk membuat penyidikan tidak melenceng terlalu jauh.

Berapa lama Amrozi belajar di Pondok Pesantren Al-Islam di Paciran, Lamongan?

Dia termasuk pendiri Pondok Pesantren Al-Islam di desa itu. Menurut Amrozi, dia pernah ikut pengajian Ba'asyir di Malaysia. Itu terjadi tahun 1980-an. Cerita lengkapnya ada. Tapi saya tidak pegang catatan itu.

Apakah Anda tahu tudingan yang menyebut bahwa polisi hanya mengkambinghitamkan Ba'asyir, agar kisah bom itu ada “lakonnya”?

Itu kan analisis. Analisis itu bisa mengutak-atik-gatuk. Kelihatannya logis tetapi belum tentu benar. Boleh saja orang membuat analisis, tapi jangan yang aneh-aneh. Mendingan si pembuat analisis itu bertemu dengan saya, nanti akan saya jelaskan.

Anda percaya semua pengakuan Amrozi?

Semua cerita dia ini masih kami cek silang lagi.

Apakah intelijen asing ikut membantu pengungkapan Amrozi?

Tidak ada. Ini semua keuletan anak-anak di lapangan.

Sejauh ini, apakah sudah ada kesimpulan tentang keterlibatan teroris internasional?

Kalau dari pengakuan Amrozi bahwa dia pernah ke Malaysia, mungkin saja ada keterlibatan teroris internasional (Jumat, 8 November, CNN memberitakan Al-Qaidah menyatakan secara resmi bahwa mereka yang bertanggung jawab di balik peledakan bom Bali ‎— ‎Red.) Tapi semua ini kan belum terungkap.

Anda berada di mana ketika terjadi ledakan di Legian?

Saya masih di Papua. Beberapa saat setelah kejadian itu, saya ditelepon Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar. Saya diminta segera kembali ke Jakarta.

Bagaimana Anda bisa ditunjuk sebagai ketua tim bom Bali?

Sesampai di Jakarta, saya tidak tahu akan ditunjuk sebagai ketua tim. Karena di Papua saya juga juga sedang menangani kasus besar seperti pembunuhan di Mile 62 Timika, kasus penyanderaan, kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay. Kasus-kasus Papua termasuk kasus besar karena dapat menjadi faktor pemicu disintegrasi bangsa.

Dari sekian banyak kasus yang Anda tangani, bom Bali termasuk ketegori istimewa?

Ini kasus besar yang melibatkan banyak negara. Ada Amerika, Inggris, Jerman, Jepang, Australia. Mereka negara kuat di dunia. Mereka terlibat karena ada warga negara mereka yang menjadi korban. Sehingga duta besar, konsul, intelijen, dan polisi mereka ikut terlibat untuk menyelidiki kasus ini.

Apakah mereka leluasa melakukan penyidikan?

Mereka semua di bawah kendali saya. Jika mereka saya suruh jalan, mereka jalan, kalau tidak, ya tidak. Mereka tidak memiliki kewenangan menggeledah dan menangkap.

Pernah mendengar selentingan ini: polisi kita didikte oleh intel-intel asing?

Tidak ada itu!

Sumber: http://www.tempo.co.id/harian/wawancara/waw-madepastika01.html

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar