Kamis, 08 Juli 2010

Plintar-Plintir Sejarah Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy)

Saat ini ada strategi dari sebagian kalangan agamawan di Indonesia yang bermaksud mendirikan negara agama di Indonesia, menggunakan strategi mengubah sejarah.

Langkah strategi itu, pertama-tama adalah mengklaim bahwa para pahlawan nasional adalah umat Nabi Muhammad dan meyakinkan publik bahwa klaim tersebut benar. Langkah berikutnya yang biasanya masih disertakan dengan langkah pertama adalah meyakinkan publik bahwa para almarhum pahlawan itu dulu berjuang untuk menegakkan negara agama Islam di Indonesia (maksudnya Islam nabi Muhammad). Memang pelaku strategi ini tidak banyak. Tapi sebagian umat Nabi Muhammad termakan oleh omongan sejarah rekayasa ini. Bila dibiarkan terus, maka strategi tersebut akan menciptakan pembenaran atau justifikasi seolah-olah apa yang kelompok itu lakukan adalah kelanjutan dari para pahlawan itu. Klaim historis ini menjadi salah satu strategi untuk menegakkan Negara Islam Indonesia.

Ada banyak pahlawan yang menjadi "korban" dari strategi tersebut, salah satunya adalah Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy. Thomas Matullesy yang berasal dari marga Matullesy diaku juga sebagai umat Nabi Muhammad oleh kelompok itu. Marga Matulessy berasal dari desa Ullath yang sejarahnya beragama (lebih tepatnya bermazab) Kristen.

Kejanggalan dalam sejarah hasil rekayasa kelompok tersebut dapat adalah sebagai berikut:

  1. Menyangkal keberadaan fam atau marga Matulessy

    Kelompok tersebut menyatakan fam atau marga Matulessy itu tidak ada. Menurut kelompok tersebut, sejarah yang sekarang kita pegang itu janggal. Berikut ini kutipan dari tulisan kelompok tersebut:

    Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.

    Kenyataannya, fam Matulessy itu hingga saat ini masih ada. Marga atau fam ini adalah sebuah fam atau marga Maluku kuno yang berasal dari desa Ullath, Pulau Saparua. Jadi, justru sejarah versi kelompok itulah yang janggal, bukannya sejarah yang sekarang kita pegang. Bila pembaca ada yang bermarga Matulessy, silahkan kirim email atau message kepada kami sebagai bukti tambahan bahwa sejarah rekayasa kelompok itu tidak sesuai dengan kenyataan. Kelompok tersebut menyatakan bahwa sejarah respi adalah penipuan. Tapi dengan sejarah versi kelompok itu yang penuh kejanggalan, kita perlu curiga jangan-jangan justru sejarah versi kelompok itu yang menipu. "Maling teriak maling" agar publik tidak sadar bahwa dialah sebenarnya yang menipu. Ini sekedar kecurigaan kita karena adanya kejanggalan-kejanggalan dalam sejarah versi kelompok tersebut.
  2. Menyebutkan raja Maluku tidak punya marga.

    Sistem kekerabatan masyarakat Maluku adalah keluarga besar (extended family). Marga (FAM) Ambon merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai di belakang nama depan masyarakat Ambon/Maluku. Setiap nama Fam/Marga Ambon dapat diketahui asal kampung halamannya. Adalah sangat janggal bila raja Maluku yang merupakan raja adat masyarakat Maluku malah justru tidak bermarga.

  3. Mengarang marga "Lussy".

    Menurut kelompok tersebut, kata "Matulessy" berasal dari kata "Mat (Ahmad)" (nama diri) dan "Lussy" (nama marga). Digabungkan menjadi Matulessy. Tidak ditemukan marga "Lussy" di Maluku. Mungkin setelah tulisan ini dipublikasikan, nantinya akan muncul marga "Lussy" dan diaku seolah-olah telah berusia ratusan tahun. Kalaupun "Lussy" adalah nama diri, tetap saja janggal, karena itu berarti tidak ada nama marga. Hmmm padahal sistem kekerabatan orang Maluku adalah sistem keluarga besar.

  4. Menyatakan bahwa Thomas Matulessy tertangkap karena Belanda kuat setelah mendapat bala bantuan dari Batavia.

    Padahal, Thomas Matulessy tertangkap karena pengkhianatan orang dalam, bukan karena Belanda itu kuat. Pasukan Maluku itu lebih kuat dari Belanda, sehingga bila bukan karena pengkhianatan orang dalam, maka Belanda tidak akan menang.

  5. Memberi kesan seolah-olah yang berjuang melawan Belanda di Maluku adalah umat Nabi Muhammad saja.

    Padahal, masyarakat Maluku bahu-membahu bersama-sama melawan penjajah Belanda tanpa membeda-bedakan keyakinan. Contoh rekan perjuangan Thomas Matulessy dengan latar belakang keyakinannya: Philip Latumahina (Kristen), Said Parintah (umat nabi Muhammad), Anthony Rhebok (Indo-Belanda, Kristen) dan Christina Martha Tiahahu (Kristen)

Kejanggalan dalam kisah yang dimuat oleh suatu majalah dakwah itu sebenarnya dapat langsung diketahui andai pembaca mau berpikir kritis.

Selain kedua pahlawan nasional itu, masih ada lagi "korban" strategi klaim historis itu, misal Sisingamangaraja XII. Argumentasi yang kelompok tersebut ajukan sangat tidak ilmiah. Misal, karena Sisingamaraja XII berpoligami, maka tentulah dia umat nabi Muhammad. Padahal, para raja kerajaan Majapahit, Kediri, dsb juga berpoligami, lantas apakah para raja kerajaan Hindu dan Budha tersebut juga umat nabi Muhammad? Umat Nabi Muhammad yang kontra terhadap poligami banyak, sehingga tidak bisa diklaim bahwa setiap orang yang berpoligami pastilah umat nabi Muhammad.

Pahlawan nasional adalah orang yang berjuang mengusir penjajah Belanda dan Jepang serta bangsa asing lain dari bumi Indonesia demi kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia, tak peduli rakyat itu beragama apa, selama masih Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang siap bahu membahu dengan orang-orang yang berbeda agama demi memajukan bangsanya. Pahlawan adalah seorang yang mempunyai hati nurani rakyat sebagai wujud pengamalan iman yang dianutnya. Harapan seorang pahlawan adalah kesejahteraan seluruh rakyat, bukan kesejahteraan penganut agamanya saja. Kepedulian utama mereka adalah kesejahteraan masyarakat, apapun agama yang dianut masyarakat itu. Jasa seorang pahlawan selalu lintas agama, tidak terbatas pada agamanya sendiri. Bila anda melihat seorang pahlawan tapi jasanya hanya sebatas pengikut agamanya sendiri saja, maka dapat dipastikan bahwa orang yang anda lihat itu bukan pahlawan.

Sebaiknya kita menempatkan posisi para pahlawan bangsa sebagaimana adanya mereka. Bila dia memang beragama Hindu, kita sebutlah mereka Hindu. Bila mereka beragama Budha, kita sebutlah mereka Budha. Bila mereka penganut animisme, kita sebutlah mereka animisme. Kita sebut apa adanya saja, sesuai kenyataannya saja, jangan diplintar-plintir. Berjuang menegakkan apa yang diyakini itu baik, apapun agama anda, tapi, jangan menghalalkan segala cara doooong...karena itu akan menodai cita-cita itu sendiri.

Related Articles:



This Related-Post-By-Category Widget by Hoctro | Jack Book

5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. saya cicit cicit nya dari kapitan pattimura thomas matulessy memang betul ada fam matulessy dari saparua,kalau ada isu" yg mengatakan kalau fam matulessy itu tidak ada tunjukan kepada kami orang nya biar saya tanya sejak kapan tidak ada yg nama nya fam matulessy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya berumur 52thn sejak kecil patimura gelar kapitan dan semua di maluku ada kapitan ...dan namanya Thomas matulessy didesa ulat di p saparua...kok jadi putar balikan....

      Hapus
  3. Saya pribadi tidak terlalu peduli dan ambil pusing soal Pattimura itu beragama, bermarga atau berbangsa apa.

    Hanya saja, saya perlu mengklarifikasi tulisan ini soal marga Lussy. Marga Lussy memang sudah ada sejak dulu, sama seperti Matulessy, dan ini bukan re-klaim atau mengaku-aku setelah tulisan ini. Kalau anda meragukan, bisa melakukan riset sekilas.

    Marga Lussy ada di Kampung Hualoy, bersebelahan dengan Latu, Seram Bagian Barat. Riset juga bisa anda lakukan tidak hanya di Hualoy atau kampung-kampung Islam di sebelahnya, tapi anda juga bisa ke tiga kampung Kristen yang merupakan gandong dari Hualoy, yaitu Booy, Aboru dan Kariuw. Atau bisa juga mengecek ke berbagi instansi, lembaga pemerintah atau pendidikan untuk melihat marga-marga pekerja dan mahasiswa sebelum tahun anda menerbitkan tulisan ini.

    Terima kasih

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus