- Disiplin fiskal.
- Pengurangan belanja negara.
- Reformasi perpajakan.
- Liberalisasi suku bunga.
- Kurs mata uang dengan mempertimbangkan daya saing.
- Liberalisasi sektor perdagangan.
- Liberalisasi investasi asing.
- Privatisasi.
- Deregulasi.
- Perlindungan hak cipta.
Konsensus ini kemudian disebut "Neoliberalisme" oleh lawan-lawan politiknya.
Konsensus itu sendiri adalah sebuah teori atau ilmu, sama seperti ilmu fisika, kimia, pertanian, dsb. Poin-poin pada konsensus itu sendiri dapat diperumpamakan dengan pisah. Pisau dapat digunakan untuk masak, tapi juga bisa digunakan untuk membunuh. Manusia lah yang menentukan: apakah pisau itu akan digunakan atau tidak? Akankah digunakan untuk kebaikan atau untuk kejahatan?
Contoh penggunaan yang mendatangkan manfaat adalah liberalisasi sektor telekomunikasi yang membuat harga telefon menjadi murah. Sebelum diliberalisasi, telefon adalah barang mewah yang hanya dinikmati warga negara Indonesia. Monopoli Telkom dan Indosat menjadi penyebab mahalnya harga telefon saat itu. Rakyat sangat dirugikan dengan mahalnya biaya komunikasi. Setelah liberalisasi telekomunikasi, biaya telefon jadi barang murah. Sekarang hampir setiap orang punya telefon genggam, bahkan para pengemis jalanan pun punya telefon genggam dan berkomunikasi dengan alat canggih itu.
Contoh penggunaan yang mendatangkan mudharat adalah penjualan BUMN yang relatif sehat untuk menutup defisit APBN.
Dari dua contoh itu kita lihat bahwa kesalahan yang terjadi ada pada cara dan pengguna.
"Pisau" neoliberal yang digunakan sebagai alat kejahatan membuat orang jadi antipati pada "pisau", alih-alih pada pemakai dan cara pakai yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar